Minggu ini, HKBP mengangkat tema yang sangat relevan dengan situasi dunia saat ini, ekologi, dengan judul “Segala Sesuatu Diciptakan di Dalam Kristus.” Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa di dalam Kristus, segala sesuatu diciptakan, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Artinya, keberlangsungan hidup dunia tidak hanya bergantung pada hukum-hukum alam, tetapi juga pada Kristus yang menjaga keseimbangan ciptaan-Nya.
Kerusakan Ekologis. Sebuah Pemberontakan terhadap Kristus
Alkitab menegaskan bahwa Kristus adalah dasar, tujuan, dan
penopang seluruh ciptaan. Oleh karena itu, setiap kerusakan ekologis sejatinya
bukan hanya masalah teknis lingkungan, tetapi juga merupakan tindakan
pemberontakan terhadap Kristus yang menopang kehidupan. Ketika manusia merusak
hutan, mencemari air, dan mengabaikan udara bersih, itu berarti kita sedang
melawan kehendak Allah yang menghadirkan ciptaan sebagai berkat bagi manusia
dan seluruh makhluk hidup.
Tanggung Jawab Bersama, Bukan Hanya Pemerintah
Seringkali masyarakat beranggapan bahwa kerusakan lingkungan
adalah tanggung jawab pemerintah semata. Pandangan ini perlu diluruskan. Setiap
individu, khususnya orang percaya, dipanggil untuk menjadi penjaga ciptaan
(stewardship of creation). Menjaga lingkungan bukan sekadar pilihan, melainkan
tanggung jawab iman. Mulai dari tindakan kecil seperti mengurangi sampah
plastik, menjaga kebersihan, hingga terlibat dalam gerakan penghijauan, semua
adalah wujud nyata pengakuan kita akan Kristus sebagai penopang ciptaan.
Suara Kenabian bagi Para Pemangku Kebijakan
Namun, tanggung jawab ekologis tidak berhenti pada level
individu. Gereja, melalui momentum khotbah ekologi ini, dipanggil menyuarakan
suara kenabian di tengah masyarakat, terutama kepada para pemangku kebijakan.
Sebuah kebijakan yang tidak bijak dapat melahirkan kerusakan ekologis yang jauh
lebih besar daripada kelalaian individu. Misalnya, izin eksploitasi alam yang
berlebihan, pembangunan yang tidak ramah lingkungan, atau pengelolaan sumber
daya yang hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek.
Karena itu, kepada para pemimpin bangsa, pemerintah daerah,
dan pembuat kebijakan, pesan ekologis ini harus bergema. Setiap kebijakan harus
berpihak pada kelestarian alam dan keseimbangan kehidupan. Sebab ketika alam
rusak, bukan hanya lingkungan yang menderita, melainkan juga manusia yang
menggantungkan hidupnya pada alam tersebut.
Gereja Sebagai Agen Kesadaran Ekologi
Gereja tidak boleh hanya berhenti pada khotbah di mimbar.
Gereja harus tampil sebagai agen kesadaran ekologis melalui pendidikan
lingkungan bagi jemaat, program penghijauan, advokasi kebijakan ramah
lingkungan, dan kerja sama lintas sektor untuk menjaga alam. Dengan demikian,
jemaat akan memahami bahwa iman kepada Kristus harus terwujud nyata dalam sikap
hidup yang menghormati dan menjaga ciptaan.
Segala sesuatu diciptakan di dalam Kristus, dan oleh karena
itu, menjaga ekologi berarti menghormati Kristus yang menopang ciptaan. Mari
kita jadikan momentum ini sebagai panggilan iman. Meningkatkan kepedulian
pribadi, menyuarakan suara kenabian di tengah masyarakat, dan mendorong
pemangku kebijakan untuk lebih bijak dalam menjaga keseimbangan alam.
Karena pada akhirnya, alam yang lestari adalah tanda syukur
kita kepada Sang Pencipta dan warisan berharga bagi generasi yang akan datang. (H.A.S)
"Anda dapat mendukung agar blog ini tetap berjalan! Klik tombol Trakteer di bawah untuk memberikan dukungan dan membuat konten-konten inspiratif tetap hadir."
0 Komentar